“Bagiku guru adalah satu kata yang penuh
makna, suatu pribadi yang rendah hati, jiwa yang kaya raya, yang tak pernah
lelah membantu sesama” -Maz Jey-
Sahabatku,
sebenarnya apa sih tujuan kita kuliah? Kenapa sih kita milih jadi guru?.
Mungkin sebagian tidak menginginkan menjadi guru (pengalaman.red) dan memang
sampai saat ini tidak hanya untuk angkatan muda alias maba alias mahasiswa
baru, tetapi juga untuk angkatan tua yang masih bingung akan melangkah kemana??
Karena
kebanyakan dari kita masuk kesini (UNY) dengan cara beraneka macam dan tak
terduga, mungkin tak disengaja, kesasar, tersesat, terpelosok, disuruh orang
tua, ngikut temen, dkk. (Mas kok bahasanya serem ya mpe kesasar n tersesat
segala?) Ya memang seperti itu adanya, banyak dari kita yang memang benar-benar
tersesat dan tidak memiliki kesempatan serta kekuatan untuk mengubahnya
sehingga kita menyesali keberadaan kita di sini dan menyesali karena berada di
tempat yang tidak diharapkan. Bagi teman-teman yang masih semester awal, masih
wajar-lah,, tapi untuk yang semester tua akan berubah menjadi kurang ajar.
Lho,, koq bisa? Ya bisa lah,, bentar lagi mau lulus, mau ngajar, JADI GURU tapi
sampai sekarang belum ingin menjadi menjadi guru.
Kita
harus mengerti pentingnya peran seorang guru, tapi saya disini tidak akan
ceramah panjang lebar mengenai golden age
anak-anak, teori perkembangan, psikologi perkembangan maupun filsafat
pendidikan sampai kode etik guru dan bagaimana menjadi guru yang baik. Saya cuma
ingin mengajak temen-temen membuka memori kita, kenangan kita selama kita
menempuh pendidikan. Ayo kita ingat lagi bagaimana cara guru kita mengajar,
selama kita di Sekolah Dasar (SD), SMP, SMA hingga kuliah. Tentu kita menemui
guru yang tidak menyenangkan, mengajar dengan se-enaknya, asal-asalan, asal datang
asal menerangkan dan asal murid diam tak berisik. Bagaimana rasanya menemui
guru yang suka marah, mengajar dengan sesukanya, dan lain sebagainya?
Bagaimana
perasaan anda ketika bertemu guru seperti itu? Apakah anda membencinya? Saya
rasa iya, apakah anda tidak mengharapkannya? Kalau saya sangat, sangat tidak
mengharapkannya, apakah anda menghujatnya dengan cacian dan makian?. Ya,
mungkin seperti itulah gambaran perasaan kita dan masih banyak perasaan yang
tak terungkapkan ketika menemui guru seperti itu.
Sekarang
kita balik, bagaimana jika guru itu adalah kamu? Ya, guru yang dibenci
murid-muridnya, guru yang tidak diharapkan kehadirannya, guru yang dicaci
dengan makian-makian muridnya sendiri? Bagaimana jika itu semua adalah yang
akan kamu alami?
Teman,
bukan maksud untuk menakuti, tapi nilah bukti ketika guru mengajar tanpa hati,
raganya mengajar tapi hatinya tidak. Jiwa dan raga harus searah dan sejalan,
tak bisa dipisahkan. Hanya guru yang mengajar dengan hati yang kan selalu
dinanti, hanya guru yang mengajar dengan hati yang kan selalu dirindui. Karna itu,
untuk saudara dan saudariku yang masih ragu, mantapkanlah hati kalian,
mantapkanlah pilihan kalian, pilih kehidupan untuk menjadi guru, guru yang mengajar
dengan hati. Mengajarlah dengan hati atau tidak sama sekali!
Bermain
air pasti basah, dan kita diibaratkan telah basah terkena air (masuk ke
lingkungan pendidikan) lalu mengapa kau masih menghindari air itu, kenapa kau
tak meloncat kedalamnya, meloncat kedalam air (lingkungan pendidikan) dan
berenanglah, berenanglah di dalamnya dengan rasa senang, dengan bahagia dan
dengan tawa.
Mengajarlah dengan hati atau tidak sama
sekali.
Sumber-Cirebon
Jawa Barat 26/12/2012
Wahyu
Nugroho PGSD ‘09
(Maz
Jey)