Rabu, 15 Oktober 2014

Guest Lecturing with Prof. Harri Lappalainen Turku University, Finlandia

oleh wahyu nugroho

 Yogyakarta, 13 Oktober 2014

Setelah dua hari mengikuti International Conference on Fundamentals and Implementation of Education 11-12 Oktober di Universitas Negeri Yogyakarta, dengan berbagai pembicara kini kami mahasiswa Pascasarjana Pendiidkan Dasar UNY diwajibkan mengikuti guest lecturing bersama Prof Harri Lappalainen. Beliau juga menjadi pembicara utama di konferensi kemarin. Ada beberapa point yang saya catat,

ra sah kesuen langsung wae kang...

woke..wokee langsung aja daripada kelamaan heee…

Prof Lappalainen yang selanjutnya akan disebut Prof biar singkat, mengawali dengan budaya di finlandia sangat berbeda dengan di Indonesia. Quite talk, just direct to the business. Misalkan dalam pemasaran, jika di Indonesia penjual produk harus ‘dekat’ terlebih dahulu dengan konsumen, harus akrab dulu, secara psikologis nyaman baru dapat menjual produk dengan baik, jika di findlandia “ini saya punya produk seperti ini, anda mau beli berapa?”


Banyak orang yang mengatakan bahwa finlandia adalah Negara dengan pendidikan yang terbaik, namun Prof mengatakan kami tidak merasa pendidikan kami yang terbaik, tetapi kami meyakini kami berada di jalur yang benar. Top rank in education, that not the case! Sebetulnya 40 tahun Finlandia bukanlah negara yang baik di bidang pendidikannya, tetapi kami paham betapa pentingnya pendidikan.

Pendidikan di Finlandia seluruhnya gratis, jadi jika ada yang bertanya tentang beasiswa di finlandia Prof bilang dia bingung gimana jawabnya, karena semuanya gratis selama dia lolos tes. Gratis ?? jadi pengen kesana hee… *Mupeeeng

suatu saat nanti aku pengen banget kesana, mesik bukan sebagai mahasiswa hee... Europe, Holland n Finland.. maybe someday :D

Wah, sayang sekali gan kepotong… nanti ane lanjutin nulis lagi tentang inovasi di pendidikan disana..

Finlandia sangat konsen pada kualitas pendidikan. Mereka mengerti, tidak, lebih tepatnya memahami pentingnya pendidikan. Prof bertanya apa kunci utama dalam meningkatkan kualitas pendidikan? Semua hadirin hening, sepertinya itu pertanyaan yang akan dijawab oleh prof sendiri, beliau melanjutkan Teacher, teacher and teacher. Teacher is the key!

Kami meningkatkan kualitas pendidikan dimulai dengan meningkatkan kualitas pendidikan guru. We are guarantie the qualitie. Mereka benar-benar menjamin kualitas pendidikan untuk para guru. Kualitas pendidikan di seluruh finlandia juga tidak jauh berbeda, gap antar lembaga pendidikan hanya bekisar 7% jadi tidak jauh berbeda antara yang satu dan yang lain.

Pertanyaannya adalah mengapa kamu ingin menjadi guru itu yang penting. untuk memiliki mindset yang baik sangat penting. mindset yang paling penting bagi guru ialah sebagai pembelajar. You have to learn more and more, baik itu di lingkup formal maupun informal. Sejenak saya memandang realita di Indonesia, ketika seseorang sudah menjadi guru seakan dia berhenti belajar. Hidupnya berubah hanya sekolah dan rumah. Bahkan yang penting menuntaskan kewajiban, sekedar mengajar.

Kualitas pendidikan kita buruk karena kesejahteraan guru tidak diperhatikan. Pernyataan ini tidak benar, meski tidak sepenuhnya salah. Sertifikasi, salah satu cara agar guru mendidik dengan professional, dengan bayarin dua kali lipat tidak menjamin kualitas pendidikan secara otomatis menjadi berkualitas. Prof mengapresiasi pemerintah Indonesia yang memberikan perhatian khusus pada kesejahteraan guru. Prof melanjutkan cerita bahwa di finlandia gaji guru tidak bisa dibilang tinggi meski tidak rendah, tapi cukup kata Prof, yang paling penting mindset cause it crucial!

Aku kembali terhanyut dalam lamunanku. Guru-guru yang sudah bersertifikasi tidak ubahnya seperti guru biasa, banyak yang tidak professional, meski gajinya sudah besar ia gunakan untuk membuka usaha sampingan, membangun rumah, mencicil mobil dan motor, dan lain sebagainya. Membuka usaha? Ya ada juga yang membuka usaha sampingan dari uang sertifikasi tersebut, akhirnya sebagian waktu dihabiskan untuk usaha tersebut. saya tidak mempermasalahkan untuk apa uang itu, kan kesejahteraan, jika itu yang mereka butuhkan tidak masalah, akan tetapi dalam pengajarannya tidak jauh berbeda. Tidak memberikan contoh pada yang lebih muda, bahkan pada guru wiyata bakti.

Banyak tugas-tugas malah dibebankan pada guru wiyata bakti (curhatan teman saya) meski digaji hanya 150-300rb namun beban kerja administrasinya lebih besar daripada guru-guru yang sudah PNS apalagi guru yang sudah bersertifikasi tersebut, malah yang bersertifikasi itu begitu mudahnya meninggalkan kelas, memulangkan siswa lebih awal dan tidak berangkat ke sekolah. hee maaf malah bahas sertifikasi, kesel banget ma guru yang begitu hee... tidak semua, tapi banyak hee. Salah satu yang tidak teman saya satu kelas di Pascasarjana, dia PNS guru SD di Kab. Bantul dan dia menggunakan uang sertifikasi untuk melanjutkan studi S.2 saluuuut mbak (y) *emot jempol

Kembali ke inovasi…

Selain meningkatkan kualitas guru, Findlandia juga melakukan inovasi pada pendidikan. Salah satunya system pendidikan yang fleksibel. Salah satu contohnya si X (saya lupa namanya) sebut saja Marjono dia hanya selesai di tingkat secondary setingkat SMP, setelah itu dia tertarik dengan truck dan lorry *tulisane ra ngerti hehee.. dia melakukan hobi tersebut sekitar 4-5 tahun. Kemudian dia bosan dan ingin kuliah. Lalu dia datang ke universitas kami (Turku University) kata Prof dan dia diterima, selesai menempuh Sarjana dia melanjutkan ke pascasarjana dan sekarang dia sudah bergelar doctor.

Pendidikan di sana lebih sangat menghargai inovasi dan ide-ide baru. Mahasiswa misalnya langsung dilibatkan dalam permasalahan dilapangan. Missal perusahaan telekomunikasi memiliki permasalahan pemasaran, maka perusahaan tersebut bekerjasama dengan universitas dan melemparkan masalah tersebut ke mahasiswa. Jadi mahasiswa dan perusahaan bekerjasama menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Keuntungan didapatkan kedua belah pihak. Tidak hanya teori tapi langsung praktek dilapangan. Tidak hanya sekedar berkoar-koar masalah inovasi tetapi langsung menjadi bagian dari proses inovasi tersebut.

Setiap orang memiliki skill sendiri-sendiri, ada orang yang mampu membuat program komputer dengan sangat baik, tapi kemungkinan besar dia tidak pandai dalam hal marketing, penjualan, dan promosi. Setiap orang biasanya hanya menonjol pada satu keterampilan saja. Tidak bisa inovasi hanya dilakukan satu orang saja, maka dari itu harus bergabung menjadi sebuah grup yang memiliki keterampilan yang berbeda. Ada orang yang pandai berbicara tetapi ia tidak bisa menulis dengan baik, maka diperlukan orang yang ahli dalam menulis. Sebuah grup yang baik diharuskan anggotanya lintas disiplin ilmu!

Inovasi tidak harus sesuatu yang besar, yang paling baru, belum pernah ada, gila, tetapi sesuatu yang tidak gila, peningkatan kecil, langkah-langkah kecil tetapi terus menerus dan berkesinambungan.

Kamis, 09 Oktober 2014

Buku dan Sarjana

oleh : wahyu nugroho

Seperti kata pepatah “Buku adalah jendela dunia”. Dengan buku kita bisa mengenal dunia, berpikiran luas memiliki banyak sudut pandang dan perspektif, dan juga sebagai investasi masa depan. Buku adalah harta terpendam, tidak sama dengan harta seperti perhiasan, rumah, uang dan lain sebagainya, karena buku adalah harta tak terlihat. Harta itu ialah ilmu, yang seharusnya semakin banyak ilmu semakin rendah hati pula orang itu. Tapi sayang banyak orang berilmu hanya untuk menipu, menipu rakyatnya, menipu koleganya, menipu pimpinannya, menipu temannya dan juga raykat menipu pemerintahannya.
Saat ini banyak sarjana tak layak menyandang gelar sarjana, hanya karena selembar kertas itulah ia disebut sarjana. Sarjana premature; begitulah sebutannya, seseorang yang belum siap masuk ke ‘dunia’ sudah masuk kedunia itu. Gagap dan tak bisa berkutik. Lalu apa hubungannya antara buku dan sarjana?
Banyak mahasiswa tidak memahami dan menyerap ilmu selama jenjang S.1. Tak bisa dipungkiri budaya copy-paste sudah menjangkit mahasiswa saat ini. Tidak semua memang tapi banyak yang terjangkit penyakit ini. Tidak lain ini adalah pengalaman penulis sendiri, jadi saya tidak menuduh siapapun karena saya dan lingkungan saya, serta teman saya yang berbeda universitasnya pun mengalami hal ini.
Ketiga ada tugas untuk membuat makalah kalimat-kalimat berikut akan sering muncul, “ntar juga kelar”, “paling semalem juga selesai”, “kan tinggal googling”, “sok rajin”, “tumben baca buku”. Ya, kalimat-kalimat itu menjadi penghalang diri untuk maju, sekali melangkah maju dipatahkan oleh perkataan teman sendiri “tumben baca buku”. Sangat disayangkan sekali karena kita secara tidak langsung mendewakan internet.

Alhasil informasi dan ilmu yang didapat parsial, tidak holistic karena hanya mengutip paragraph-paragraf yang didapat dari internet, tidak secara keseluruhan. Ketika menysusn bab II dan konsultasi dengan DPS dan beliau sangat detail dan tidak sembarang membimbing mahasiswanya, saya ditanya apa bedanya kajian teori dengan mozaik teori? Aku hanya terdiam. Saya hanya mencontoh penyusunan Bab II sesuai dengan skripsi-skripsi yang sudah ada sebelumnya (bukan copas isi tapi penyusunannya). Ternyata itu adalah mozaik teori, yang hanya mengutip pendapat-pendapat semata tanpa ada kajian, layaknya sebuah mozaik, teori yang saya gunakan hanya tempelan-tempelan semata. Saya benar-benar merasa belajar ketika menyelesaikan skripsi. Belajar dengan benar.
Berapa banyak buku yang berhubungan dengan kuliah yang dimiliki mahasiswa?? Bisa dihitung dengan jari. Budaya membaca dan menulis kita sangat jauh. Berbeda dengan jaman sebelum internet dan notebook benda yang mudah dijumpai. Apakah harus dikembalikan seperti jaman dulu, tugas-tugas harus tulis tangan? Meski copas minimal mereka melihat, membaca, dan menulis, setidaknya penyerapan informasi dan ilmu akan lebih besar persentasenya.
Kan sudah ada perpus? Ngapain beli buku? Sebelum menjawab pertanyaan itu, saya akan tanya balik, apa yang sudah anda pelajari selama kuliah? Jika saya tanya tentang mata kuliah di semester dua dulu masihkan ingat? Mungkin yang di ingat hanya nama mata kuliahnya saja, lalu isinya yang satu semester dipelajari kemana? Ah itu kan Cuma teori, di lapangan teori itu ga di pake. Benarkah seperti itu? mungkin saya singgung di lain waktu. Tapi percayalah, teori itu sangat berguna dan tidak ada ruginya mempelajari teori-teori tersebut.
Ini adalah pengalamanku ketika memutuskan menempuh Pascasarjana. Aku harus mempelajari semua dari awal, tentang teori-teori psikologi, tentang statistika, tentang metode penelitian, tentang filsafat, dan tentang-tentang yang lainnya. Kini aku tidak punya kesempatan untuk menghamburkan uang, selain untuk makan sisanya harus beli buku. Buku referensi untuk kuliah jenjang S.2 ini tidak sedikit bahkan banyak yang tidak ada di pasaran dan toko buku di jogja hahaa… meski sudah hampir dua bulan belum setengahnya dari buku yang wajib saya miliki.. duh…

Jika anda masih duduk kuliah jenjang S.1 belilah buku, mungkin saat ini anda tidak terlalu membutuhkan, tapi suatu saat nanti buku itu berguna. Tanpa buku engkau tak bisa melihat dunia ini. Buku adalah investasi hidupmu.

Joint With