Minggu, 30 Desember 2012

Mengajar dengan hati atau tidak sama sekali



“Bagiku guru adalah satu kata yang penuh makna, suatu pribadi yang rendah hati, jiwa yang kaya raya, yang tak pernah lelah membantu sesama” -Maz Jey- 

Sahabatku, sebenarnya apa sih tujuan kita kuliah? Kenapa sih kita milih jadi guru?. Mungkin sebagian tidak menginginkan menjadi guru (pengalaman.red) dan memang sampai saat ini tidak hanya untuk angkatan muda alias maba alias mahasiswa baru, tetapi juga untuk angkatan tua yang masih bingung akan melangkah kemana??
Karena kebanyakan dari kita masuk kesini (UNY) dengan cara beraneka macam dan tak terduga, mungkin tak disengaja, kesasar, tersesat, terpelosok, disuruh orang tua, ngikut temen, dkk. (Mas kok bahasanya serem ya mpe kesasar n tersesat segala?) Ya memang seperti itu adanya, banyak dari kita yang memang benar-benar tersesat dan tidak memiliki kesempatan serta kekuatan untuk mengubahnya sehingga kita menyesali keberadaan kita di sini dan menyesali karena berada di tempat yang tidak diharapkan. Bagi teman-teman yang masih semester awal, masih wajar-lah,, tapi untuk yang semester tua akan berubah menjadi kurang ajar. Lho,, koq bisa? Ya bisa lah,, bentar lagi mau lulus, mau ngajar, JADI GURU tapi sampai sekarang belum ingin menjadi menjadi guru.
Kita harus mengerti pentingnya peran seorang guru, tapi saya disini tidak akan ceramah panjang lebar mengenai golden age anak-anak, teori perkembangan, psikologi perkembangan maupun filsafat pendidikan sampai kode etik guru dan bagaimana menjadi guru yang baik. Saya cuma ingin mengajak temen-temen membuka memori kita, kenangan kita selama kita menempuh pendidikan. Ayo kita ingat lagi bagaimana cara guru kita mengajar, selama kita di Sekolah Dasar (SD), SMP, SMA hingga kuliah. Tentu kita menemui guru yang tidak menyenangkan, mengajar dengan se-enaknya, asal-asalan, asal datang asal menerangkan dan asal murid diam tak berisik. Bagaimana rasanya menemui guru yang suka marah, mengajar dengan sesukanya, dan lain sebagainya?
Bagaimana perasaan anda ketika bertemu guru seperti itu? Apakah anda membencinya? Saya rasa iya, apakah anda tidak mengharapkannya? Kalau saya sangat, sangat tidak mengharapkannya, apakah anda menghujatnya dengan cacian dan makian?. Ya, mungkin seperti itulah gambaran perasaan kita dan masih banyak perasaan yang tak terungkapkan ketika menemui guru seperti itu.
Sekarang kita balik, bagaimana jika guru itu adalah kamu? Ya, guru yang dibenci murid-muridnya, guru yang tidak diharapkan kehadirannya, guru yang dicaci dengan makian-makian muridnya sendiri? Bagaimana jika itu semua adalah yang akan kamu alami?
Teman, bukan maksud untuk menakuti, tapi nilah bukti ketika guru mengajar tanpa hati, raganya mengajar tapi hatinya tidak. Jiwa dan raga harus searah dan sejalan, tak bisa dipisahkan. Hanya guru yang mengajar dengan hati yang kan selalu dinanti, hanya guru yang mengajar dengan hati yang kan selalu dirindui. Karna itu, untuk saudara dan saudariku yang masih ragu, mantapkanlah hati kalian, mantapkanlah pilihan kalian, pilih kehidupan untuk menjadi guru, guru yang mengajar dengan hati. Mengajarlah dengan hati atau tidak sama sekali!
Bermain air pasti basah, dan kita diibaratkan telah basah terkena air (masuk ke lingkungan pendidikan) lalu mengapa kau masih menghindari air itu, kenapa kau tak meloncat kedalamnya, meloncat kedalam air (lingkungan pendidikan) dan berenanglah, berenanglah di dalamnya dengan rasa senang, dengan bahagia dan dengan tawa.

Mengajarlah dengan hati atau tidak sama sekali.

Sumber-Cirebon Jawa Barat 26/12/2012

Wahyu Nugroho PGSD ‘09
(Maz Jey)

Tidak ada komentar:

Joint With