Rabu, 16 November 2011

Wanita dan Merpati Putih



Oleh : Wahyu Nugroho

Semburat jingga menghas awan, bersama tiupan angin. Perlahan dan menyejukan. Mentari  seakan ingin cepat menghilang di barat sana. Waktu sangat cepat berlalu, ingin rasanya ku perlambat hingga aku bisa menjalankan jadwal sesuai rencana. Seringkali ku terlambat, seringkali agenda-agenda saling bertabrakan. Terkadang ingin kusesali diri ini, mengiyakan amanah-amanah organisasi yang diberikan kepadaku, namun disatu sisi aku senang, karena banyak pengalaman yang kudapatkan.
Sore itu, seperti biasa aku keluar dari ruang ormawa kampus setelah berdiskusi ringan dengan kawan-kawan. Kususuri koridor yang menghubungkan pendopo kampus dan deretan ruang kelas di sebelah barat. Ku berjalan perlahan, ingin rasanya menikmati sedikit hembusan angin sore, setelah pengap yang terasa di dalam ormawa.  ingin rasanya ku pandangi lebih lama bunga-bunga dan tanman yang menghijau itu setelah lama kuberada di sana. Ruang itu terkadang membawa bahagia, semangat, dan juga kebersamaan namun terkadang juga tempat itu membawa duka, memberi derita, dan juga putus asa.
Wanita berkerudung putih dan baju gamis sendiri di sudut pendopo. Sudah tiga hari ini setiap sore ia ada dsana. Diam dan sendri. Hanya termenung memandang  rerumputan di sebelah barat pendopo. Aku terheran dengan apa yang dilakukannya, sesekali menerka apa yang dia pikirkan, sesekali ku menduga apa yang dia pandang. Ku lihat sekitar pendopo, hanya rerumputan, lapangan badminton, kolam ikan dan juga tumbuhan beserta bunga yang menghiasi. O ya, aku terlupa satu hal. Merpati putih.
Merpati puth. Bersih dan indah. Berterbangan d rerumputan, kepalanya mematuk-matuk tanah mencari makanan, terkadang menoleh-nolehkan kepalanya dan kembali mematuk-matukkan kepalanya ketanah. Ia terbang dari satu sisi ke sisi yang lain, tak jauh hanya beberapa meter jaraknya. Tak kusangka aku berhenti berjalan, berdiam diri di koridor dan memandangi merpati putih. Sama seperti yang dilakukan wanita itu. Diam dan memandang merpati. Aku tersadar dari lamunanku dan kulanjutkan langkahku menuju tempat kos.
Sore di esok hari, mentari bersinar lebh cerah, bayang tetumbuhan terlihat lebh jelas. Di sudut pendopo dengan dengan warna kerudung yang sama, putih dan baju gamisnya. Tak biasanya dia di sana. Dia memang pendiam, namun ramah dan menyenangkan saat berbicara dengannya. Kutahu dia saat saat pelatihan leadership yang di selenggarakan fakultas, pada saat itu aku sekelompok dengannya. Begitu juga saat kulihat dia bercengkerama dengan teman-temannya.
Saat itu aku berjalan masuk dari timur pendopo. Jadi dengan jelas kulihat dia dari belakang dengan latar rerumputan dan juga burung merpati. Aku terheran, apa yang ada dalam benaknya. Ia tak mengubah posisi duduknya, tak beranjak dari tempat itu, tak juga menggenggam HP sebagaimana kebanyakan mahasiswa-mahasiswa lainnya. Ia hanya duduk sendiri, memandangi merpati hingga suara panggilan mengalun syahdu, tanda siang berganti malam, pertanda tiap insan harus segera mengambil wudhu lalu menghadapNya.
Kala itu aku duduk di sisi lain pendopo, namun aku masih di belakangnya dan agak jauh hingga ia tak sadar bahwa ada orang lain d pendopo itu. Kulihat dirinya, kuihat juga merpati itu. Tak berapa lama kemudian, mendung tipis menyelmuti, perlahan bayang itu tak jelas adanya. Menyatu dalam redupnya cahya sore.
Angin berhembus, sedikit kencang dari sebelumnya. Kupandang dedaunan yang tertiup angin itu. Kupandangi pepohonan itu condong mengikut kemana angin berhembus. Kupandangi dedaunan yang berjatuhan. Semuanya begitu menyejukan terlebih dengan tokoh utama di halaman barat pendopo itu. Merpati putih.
Ah bodohnya aku selama ini. Bagaimana bisa pemandangan yang menyenangkan dan menyejukan seperti ini tak pernah kunikmati. Hampir dua tahun ku di sini, tak pernah kurasakan kedamaian dan ketenangan kampus sebelumnya. Mungkin karena tugas-tugas, mungkin karena organisasi, mungkin karena tuntutan-tuntutan hidup lainnya. Karena kau adalah lelaki, karena kau adalah anak pertama, karena kau adalah harapan keluarga. Ah! Kata-kata itu mungkin yang menyebabkan ku tak bisa menikmati indahnya sore, mungkin karena itu aku tak pernah menggubris burung merpati yang putih, mungkin karena itu juga tak pernah ku pandangi dedaunan yang terhembus angin d sore hari, terlebih menikmati indahnya mentari tenggelam di pantai. Aku tak sempat melakukan itu semua.
Oh.... beginilah indahnya sore. Ketika manusia memikirkan hal-hal yang besar, terkadang ia lupa pada yang kecil. Kuteringat bahwa aku tak sendri. Wanita itu mash di sana, seperti saat ku datang tadi. Apakah yang dia rasakan? Masalah? Beban hdup? Putus cintakah seperti anak muda pada umumnya? Atau apa?
Ku tak bisa memahami. Tak mudah menebak hati. Namun kni sedikit ku mengerti, kenapa dia selalu disini memandangi merpati, sedikit kumengerti akan risaunya hati, sedikit kumengerti akan makna sore hari. Suara adzan mengalun sendu, merasuk tiap kalbu dengan begitu lembutnya, menyadarkan pada manusia siapakah dirinya. Aku dan juga wanta itu beranjak dari tempat duduk tuk memenuhi panggilanNya, karena kami adalah manusia biasa.

Rabu, 26 Oktober 2011

Catatan Harian Wilayah


Malam siang berlalu,
Gerhana kesayuan tiada berkesudahan
Detik masa berlalu,
Tiada berhenti oh syahdunya..
Ingatkah kawan akan syair itu? Penggalan syair yang disenandungkan oleh Nasyid Brother memiliki makna yang dalam. Dalam syair itu melukiskan hari-hari terus berganti, waktu terus melaju dan hidup terus berjalan, tidak pernah berhenti hingga jiwa terpisah dengan jasadnya.
Lalu muncul sebuah pertanyaan mengusik hati kami, akankah terus begini dan seperti ini? membiarkan waktu berlalu begitu saja tanpa ada manfaat dan ilmu yang meningkat? Tentu tidak, bagi orang-orang yang berpikir ia akan memanfaatkan waktu tersebut untuk mencari ilmu. Ilmu? Bukankah selama kita kuliah kita mendapat ilmu? Ya, memang kita mendapat ilmu, akan tetapi ilmu yang ini berbeda. Ilmu yang tidak didapat dari mata kuliah yang ada. Ilmu yang hanya diajarkan oleh pengalaman kehidupan.
Permasalahannya adalah kami di UPP2 atau kampus 3 UNY–begitu kami menyebutnya- lebih senang dengan nama kampus 3 ketimbang UPP2. Entah mana yang benar, apakah UPP2 atau Kampus 3? tak perlu diperdebatkan lebih lanjut yang jelas kami berada di wilayah, jauh dari kampus pusat dan lebih senang menyebut dengan kampus 3. Sedangkan segala kegiatan dan agenda selalu diadakan dipusat tentu mempersulit teman-teman disini untuk mendapatkan pengalaman dan ilmu yang lebih. Akses informasi yang tidak lancar bahkan lebih sering tak tersampaikan, jarak yang memisahkan dan menyulitkan kami dalam mobilitas sehingga sangat menyita waktu dan tenaga.
Keadaan yang jauh dari pusat mengakibatkan teman-teman kesulitan dalam menggapai ilmu. Waktu akan tersita banyak jika tetap mengandalkan agenda di pusat semata, oleh karena itu kami menyibukkan diri untuk memperbaiki diri dengan berbagai agenda disini.
Kesibukan dimulai pada selasa sore, ada agenda Madrasah Thulabiyah bersama Ustadz Sigit Nursyam. Pembelajaran tentang aqidah yang dibawakan Ustadz sangat menarik dan memberikan kami pengertian dan pemahaman lebih mengenai aqidah.
Hari rabu ada kajian yang rutin diselenggarakan di Pendopo Kampus 3 tiap minggunya. Setiap rabu sore diadakan kajian dan yang membuat kajian ini lebih ramai adalah teman-teman mahasiswa banyak yang mengikutinya. Ya, tidak hanya pengurus KMIP saja namun mahasiswa non penguruspun tidak canggung untuk duduk bersama dalam majelis ilmu ini. kritikan dan masukkan teman-teman semua menjadi masukkan yang berharga dalam kemajuan majelis ini.
Kini hari berganti kamis, teman-teman masih semangat dalam mencari ilmu. Karena di Kampus 3 hanya ada 2 Program Studi yakni PG-PAUD dan PGSD yang mayoritas adalah kaum hawa maka diadakan kajian khusus untuk kaum hawa, pokoknya SPECIAL buat akhwat (ga pake telur ya... he...). Agenda kamis ada kajian kemuslimahan yang diadakan tiap bulan. Kajian khusus akhwat ini mendapat tempat di hati mahasiswa kampus 3 dan peserta yang hadir cukup antusias.
Kamis sore ada forum Sahabat Pena, forum ini diadakan kepada teman-teman yang berminat di bidang kepenulisan, baik itu cerpen, puisi, essay maupun opini tidak menjadi persoalan, yang jelas bagi yang minat menulis disinilah tempatnya. Dengan didampingi Mbak Wahtini atau biasa dipanggil Mbak Tin teman-teman yang tergabung dalam Sahabat Pena menjadi semakin bersemangat untuk menulis.
Hari jumat, bagi sebagian besar mahasiswa kampus 3 tidak ada jadwal kuliah, hanya sebagian kecil saja. Namun semangat untuk beramal dan mencari ilmu belum juga surut. Jumat pagi teman-teman sibuk membersihkan mushola, teman-teman tergabung dalam Remaja Mushola Darul Fatih senantiasa berkumpul untuk membenahi Mushola kampus 3 tercinta.
Mushola adalah milik bersama, milik semua orang Islam, tidak hanya milik KMIP (Keluarga Muslim Ilmu Pendidikan) semata. Spirit inilah yang akhirnya diwujudkan dalam pembentukan Remaja Mushola (ReMush). Pengurus Mushola Darul Fatih ini tidak hanya teman-teman yang di KMIP saja tetapi yang bukan pengurus KMIP-pun sangat diharapkan bergabung.
Agus Purwanto, mahasiswa PGSD 2010 menjadi ketua ReMush Darul Fatih. Agus yang non pengurus KMIP diharapkan dapat mewakili seluruh mahasiswa muslim ilmu pendidikan di kampus 3.
Begitulah kegiatan setiap teman-teman di Kampus 3 dalam mengisi hari-harinya. Semangat mencari ilmu, berbagi dan saling memberi inilah yang menjadikan kami kuat.
Sejenak kuterkenang
Hakekat perjuangan
Penuh onak dan cabaran
Bersama teman-teman
Harungi kehidupan oh indahnya
Wahyu Nugroho PGSD FIP 2009

Tidak Ada Yang Salah Dengan Komik


Membosankan, itulah kesan kebanyakan orang dengan kegiatan membaca. Membaca adalah kegiatan yang tidak digemari oleh kebanyakan orang Indonesia. Berdasarkan laporan Bank Dunia No. 16369-IND, dan Studi IEA (International Association for the Evalution of Education Achievermen) di Asia Timur, tingkat terendah membaca anak-anak di pegang oleh negara Indonesia dengan skor 51.7, di bawah Filipina (skor 52.6); Thailand (skor 65.1); Singapura (74.0); dan Hongkong (75.5)
Sedangkan dengan kegiatan membaca kita bisa melihat dunia, berbagai ilmu pengetahuan dan informasi ada didalamnya. Permasalahan utama adalah bagaimana menanamkan minat baca pada anak. Orang tua memiliki peran sangat besar pada masa awal perkembangan minat baca pada anak, kini banyak orang tua yang sadar akan pentingnya membaca maka dari itu orang tua menyuruh anaknya membaca buku pelajaran dan buku-buku tebal lainnya. Maksud orang tua benar mengajarkan anak untuk rajin membaca, namun ada hal yang terlupakan. Anak yang tidak biasa membaca akan sulit mengubah kebiasaannya, terlebih buku yang langsung diberikan merupakan bahan bacaan yang termasuk berat.
Menanamkan minat baca sejak dini merupakan salah satu cara terbaik. Ada hal yang menarik dari sikap orang tua terhadap bahan bacaan anaknya, ketika anak ingin membaca komik orang tua melarang mereka. Orang tua menuntut anaknya hanya membaca buku pelajaran. Apakah salah jika anak membaca komik?
Ada banyak tuduhan-tuduhan miring yang ditujukan kepada komik. Orang tua masih menganggap komik tidak memiliki dampak positif  bagi perkembangan anak dan bahkan cenderung negatif. Orang tua beranggapan komik akan membuat anaknya menjadi malas, tidak semangat untuk belajar dan membodohkan, jika nilai raport anak ada yang berwarna merah maka komik akan dijadikan kambing hitam.
Saya menilai justru komik memiliki peran yang positif bagi perkembangan awal minat baca anak. Pada anak usia dini minat kepada membaca masih sangat kurang, diakarenakan bahan bacaan hanya berupa teks tanpa disertai gambar animasi ataupun warna-warna yang dapat menarik bagi anak-anak. Daya konsentrasi anakpun masih belum optimal, sehingga sulit bagi anak untuk konsentrasi dalam membaca dan mencerna isi di dalamnya.
Orang tua sering mengalami kesulitan untuk memberikan penjelasan dan contoh kepada anak. Anak usia dini sulit menangkap dan mencerna hal-hal yang bersifat abstrak seperti karakter, rajin, gigih, pantang menyerah, pemberani, menolong sesama, dan sebagainya. Hal ini dapat diatasi dengan pendampingan orang tua ketika membaca komik terutama produksi jepang. Komik dari jepang sarat akan nilai-nilai tersebut, seperti komik Doraemon misalnya, banyak mengajarkan arti usaha, harus berusaha keras untuk mendapatkan apa yang diinginkan dan tidak dengan cara instan, serta komik-komik lainnya banyak mengandung hal-hal positif.
Akan lebih bijaksana orang tua menjadikan komik sebagai motivator untuk membaca. Bukan menjadikannya musuh. Jadikan komik sebagai rangsangan awal anak untuk gemar membaca, setelah anak akrab dengan buku bacaan maka orang tua meningkatkan bahan bacaan ke cerita anak, dongeng, cerpen dan seterusnya.
Saya tidak menyarankan orang tua untuk menjadikan komik sebagai bacaan awal anak, karena masih banyak cara yang lain dalam menanamkan minat baca anak, namun saya hanya ingin meluruskan perspektif orang tua terhadap komik. Semua akan dikembalikan kepada orang tua sejauh mana mereka mampu menuntun anaknya menjadikan buku sebagai sahabat mereka.
Pendampingan orang tua sangat perlu dilakukan. Ketidakterlibatan orang tua dalam aktivitas membaca mengakibatkan minat membaca anak tetap rendah (Grolnick dkk, 1997) orang tua bertugas mendampingi, menseleksi bahan bacaan dan menanamkan hikmah atau pelajaran dari cerita tersebut. Yang terpenting ialah menumbuhkan rasa cinta anak untuk membaca.

Senin, 16 Mei 2011

Enam Planet dalam Satu Baris

Enam planet akan berada dalam satu baris dalam beberapa minggu mendatang. Pemandangan ini dapat dilihat pada dini hari jika langit cerah. Merkurius, Venus, Mars, dan Jupiter dapat dilihat dengan mata telanjang. Sementara Uranus dan Neptunus baru terlihat ketika teropong digunakan. Kesempatan ini juga dapat digunakan dengan peranti lunak planetarium seperti Stellarium.
Venus yang tampak paling terak dapat dipakai sebagai patokan untuk menemukan planet lain. Di antara Venus dan matahari, ada Jupiter, planet kedua yang tampak paling terang. Mars akan tampak sedikit di atas Jupiter, sementara Merkurius ada di antara Jupiter dan Venus. Uranus--harus dilihat dengan teropong--berada di kanan Venus. Neptunus berada lebih ke kanan. Bulan pada beberapa hari ke depan juga akan bergabung dalam barisan tersebut. Posisi enam planet dalam satu baris ini merupakan kesempatan fotografi yang jarang terjadi. Jadi, siapkan teropong, kamera, dan lensa panjang. (Sumber: Space.com)

Nostalgia Upacara

Oleh : Ardhyta - Pegiat Sahabat Pena
Percayakah? Upacara Senin, 2 Mei 2011 lalu dalam rangka memperingati Hari Kebangkitan Nasional adalah upaca perdana bagi mahasiswa kampus Bantul. Informasi ini didapatkan dari ketua HIMA Kampus 3, saudara Alex Dwi Kurnia. “Upacara terakhir kali dilaksanakan di Kampus UPP II pada tahun 1998”, tandasnya. Itu berarti upacara yang dilaksanakan di Kampus UPP II baik upacara setiap Hari Senin maupun upacara peringatan hari-hari nasional sudah tidak pernah lagi diadakan sejak itu. Miris bukan?! Di kandang tonggak kejayaan bangsanya sendiri, jasa-jasa pahlawan tidak dihargai.
Mengapa upacara di kampus kita jarang dilaksanakan? Ada beberapa kemungkinan, pertama pelaksanaan upacara serentak dilaksanakan di Rektorat Karangmalang dari seluruh fakultas namun tidak mungkin seluruh mahasiswa hadir . Karena melihat situasi dan keadaan tempat yang tidak mungkin menampung seluruh mahasiswa UNY.

Kemungkinan kedua adalah kurangnya penghargaan mahasiswa sendiri terhadap peringatan Hari Besar Nasional. Paling tidak mahasiswa bisa berinisiatif untuk mengadakan upacara yang dikoordinir oleh mahasiswa sendiri dengan meminta beberapa dosen untuk mendampingi prosesi upacara tanpa perlu dikeluarkan surat tugas untuk diadakannya upacara di masing-masing wilayah dan fakultas.

Berhentilah Sekolah Sebelum Terlambat

Oleh Yudhistira ANM Massardi


KOMPAS.com - Jika orientasi pendidikan adalah untuk mencetak tenaga kerja guna kepentingan industri dan membentuk mentalitas pegawai, --katakanlah hingga dua dekade ke depan--, yang akan dihasilkan adalah jutaan calon penganggur. Sekarang saja ada sekitar 750.000 lulusan program diploma dan sarjana yang menganggur.

Jumlah penganggur itu akan makin membengkak jika ditambah jutaan siswa putus sekolah dari tingkat SD hingga SLTA. Tercatat, sejak 2002, jumlah mereka yang putus sekolah itu rata- rata lebih dari 1,5 juta siswa setiap tahun.

Dalam "kalimat lain", ada sekitar 50 juta anak Indonesia yang tak mendapatkan layanan pendidikan di jenjangnya. Jadi, untuk apa sebenarnya generasi baru bangsa bersekolah hingga ke perguruan tinggi?

Jika jawabannya agar mereka bisa jadi pegawai, fakta yang ada sekarang menunjukkan orientasi tersebut keliru. Dari sekitar 105 juta tenaga kerja yang sekarang bekerja, lebih dari 55 juta pegawai adalah lulusan SD! Pemilik diploma hanya sekitar 3 juta orang dan sarjana sekitar 5 juta orang. Jika sebagian besar lapangan kerja hanya tersedia untuk lulusan SD, lalu untuk apa anak-anak kita harus buang-buang waktu dan uang demi melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi?

Minggu, 15 Mei 2011

Manfaatkan Masa Kuliahmu

Oleh Wahyu Nugroho

Tak lihatkah jarum jam berputar, dan terus berputar. Lihatlah kawan sekali lagi, dengan cermat dan

hati-hati, lihatlah jarum jam, lihatlah jarum penanda menit dan lihatlah jarum yang menunjukan detik itu. Tak pernah berhenti berputar (kecuali kalo beterai habis he..he..) waktu akan terus berlalu.

Empat tahun kita akan berada disini menyandang gelar sebagai mahas

iswa. Menurut kawan-kawan, apakah 4 tahun itu waktu yang lama? Mngkin bagi sebagian orang itu waktu yang lama untuk mendapatkan selembar kertas, sehingga ketika kita tanda tangan maka di belakang nama terdapat rangkaian kata S.Pd. akan tetapi jika kawan sekalian disini, dikampus ini bertujuan untuk mencari ilmu, maaf saya katakan 4 tahun adalah waktu yang sangat singkat. Sangat-sangat singkat.

Ilmu itu sangat luas, benar-benar luas. Semakin kita mencari ilmu, semkain kita mendalami sesuatu, maka kita akan merasa semakin bodoh dan semakin banyak yang tidak kita tahu. Apakah kawan-kawan juga merasa demikian? Jika kawan sekalian tidak merasa, atau malah berpikir saya ini pintar, saya ini pandai dan sebagainya maka saya sampaikan pesan hati-hatilah dengan kesombongan.

Ilmu tidak hanya didapat di dalam kelas, ilmu tidak hanya didapat dari dosen dan guru, ilmupun tidak selalu diperoleh dari buku. Karena ilmu ada dimana-mana dan ilmu itu ada disekeliling kita. Di organisasi, baik itu di kampus maupun di lingkungan tempat tinggal, di lembaga-lembaga sosial, di dalam pergaulan, dan disetiap kejadian kita dapat mengambil ilmu (pelajaran) didalamnya.

Dalam organisasi misalnya, mereka bukanlah orang yang kurang kerjaan dan mencari-cari kesibukan, akan tetapi orang yang selalu ingin belajar. Belajar berorganisasi, belajar berkorban dan bekerjasama mengesampingkan ego yang ada, belajar berbagi dan bersosialisasi. Bersosialisasi? Ya, karena suatu saat nanti kita dituntut untuk bekerjasama dengan orang lain yang bahkan tidak kita senangi. Dalah hal sederhananya seperti ini, ketika di dalam kelas dibagi dalam beberapa kelompok dan orang itu tidak mau satu kelompok dengan Si B atau Si C, dia ingin satu kelompok dengan si D misalnya, maka dia salah satu ciri orang yang tidak bisa bekerjasama.

Empat tahun lamanya, akankah kita habiskan hanya untuk kuliah dan berdiam diri di kamar kos? Tidakkah tertarik untuk keluar dari zona kenyamanan bersama teman-teman yang lain?

Waktu tak pernah berhenti, siang dan malam silih berganti, akan terus begini dan seperti ini hingga di kubur nanti. Tak peduli walau engkau diam tak berbuat apa atau engkau bersusah payah bekerja.

Ketika kau lihat siang, maka malam kan menjelang. Ketika kau lihat rembulan maka pagi kan datang. Lalu apa yang telah kita lakukan, membiarkan waktu datang dan terbuang? Atau kita memanfaatkan dengan penuh kebermanfaatan? Semuanya ada dalam pilihan.

Sahabat Pena: Masa Muda Masa Berkarya

Sahabat Pena: Masa Muda Masa Berkarya

Pendidikan Indonesia Terlalu Manja

dfdf


Masa Muda Masa Berkarya

Kaum muda adalah penggerak bangsa. Tumpuan dan harapan Indonesia. Generasi yang akan menggantikan generasi sebelumnya. Itulah impian kaum tua kepada kaum muda.

Banyak permasalahan yang ada, bukan untuk direnungkan, bukan pula sekedar untuk didiskusikan tapi di selesaikan. Banyak diskusi-diskusi yang ada hanya sebagai sebuah eksistensi kelompok dan juga sekedar meramaikan kampus belaka, namun kehilangan esensi diskusi. Ya, sebenarnya untuk apa kita semua duduk melingkar bersama teman-teman “seperjuangan”, untuk apa kita semua berdebat hingga larut malam? Untuk menyelesaikan permasalahan tentunya.

Retorika-retorika hanya akan jadi sampah. Silat lidah hanya menghabiskan tenaga tanpa mengurangi permasalahan yang ada, bahkan malah menambah masalah. Cukup sudah untaian kata dan kalimat seperti orang yang dimabuk cinta. Mahasiswa bukanlah pujangga.

Berbuat sesuatu yang dapat bermanfaat untuk bangsa dan negara adalah kebanggaan, lalu pertanyaannya adalah apa yang bisa kita lakukan? Lakukan apa yang kita bisa. Itu kunci utama, sebuah pemikiran hanya akan jadi angan-angan jika tidak dilaksanakan. Seperti orang yang bermimpi, semua akan hilang ketika bangun dipagi hari. Sekecil apapun bentuk usaha kita akan bermakna ketimbang orasi-orasi dipinggir jalan raya tanpa ada hasil nyata.

Setiap diri kita memiliki kemampuan yang berbeda, tak bisa disamakan dan memang kita beragam. Dengan latar belakang pendidikan yang penuh warna mari kita berbuat sesuatu untuk bangsa. Dengan spesifikasi di bidang masing-masing kita bergandeng tangan lakukan sesuatu semampu kita.

Sekarang sudah sadarkah pemuda indonesia akan perannya dalam membangun bangsa Indonesia? Banyak pula pemuda yang menghabiskan masa mudanya dengan sia-sia, mencari kesenangan semata, dan memenuhi hasrat jiwa dan raga dengan kehampaan dan generasi tua serta pendahulu kita akan kecewa.

Joint With