Senin, 25 Mei 2009

PLN melakukan pinjaman senilai 293 juta dollar

Jakarta (ANTARA News) - PT PLN (Persero) menargetkan dapat menandatangani pinjaman senilai 293 juta dolar AS pada Juni mendatang, dana yang akan digunakan untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uang (PLTU) Pacitan, Jatim, yang berkekuatan 2 x 315 MW.

Wakil Dirut PLN Rudiantara sebelum rapat dengan Komisi VII DPR di Jakarta Senin mengatakan, sekarang PLN masih bernegoisasi dengan perbankan dari China.

"Kami targetkan bulan depan dapat ditandatangani," ujarnya.

Ia mengatakan, PLTU Pacitan merupakan salah satu proyek 10.000 MW yang pinjaman valasnya masih dalam proses negosiasi dengan total sekitar satu miliar dolar AS.

Pinjaman rupiah PLTU Pacitan senilai Rp1,045 triliun sudah ditandatangani dengan Bank Bukopin.

Jadwal operasi komersial (comercial on date/COD) PLTU Pacitan yang kontrak pembangunannya ditandatangani pada 7 Agustus 2007, untuk unit pertama adalah Februari 2010 dan unit kedua Mei 2010.

Selain Pacitan, proyek lain yang tengah dalam tahap negosiasi pinjaman valas adalah PLTU Tanjung Awar-Awar 2x350 MW sebesar 371 juta dolar AS dengan Bank of China.

Sama seperti Pacitan, pendanaan rupiah proyek Tanjung Awar-Awar sudah ditandatangani dengan konsorsium BNI dan BRI senilai Rp1,15 triliun.

Pinjaman valas proyek PLTU Adipala 1x660 MW senilai 467 juta dolar AS juga masih dalam tahap negosiasi dengan China Development Bank dan Barclays.

Untuk pinjaman rupiah proyek Adipala belum ditandatangani.

Proyek 10.000 MW terdiri dari 35 unit PLTU yakni 10 unit berkapasitas 7.490 MW di Jawa dengan pinjaman valas 3,827 miliar dolar AS dan rupiah Rp13,281 triliun.

Selain itu, sebanyak 25 proyek lainnya di luar jawa berdaya 2.065 MW dengan pinjaman valas 1,044 miliar dolar AS dan rupiah Rp4,579 triliun. (*)

Pemerintah diharapkan Kurangi Utang Luar Negeri

Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi Faisal Basri mengharapkan pemerintah secara bertahap dapat mengurangi utang luar negeri yang jumlahnya kini mencapai Rp1.667 triliun dan sebagian dipakai untuk menutupi utang lama.

"Ke depannya pemerintah diharapkan dapat mengurangi utang tersebut dengan melakukan efisiensi serta dikelola secara produktif," kata Faisal Basri di Jakarta, Senin.

Diakuinya bahwa semua negara di dunia mempunyai utang luar negeri, namun tergantung dari negara bersangkutan apakah dapat mengelolanya secara terbuka dan efisien atau tidak.

"Jangankan negara berkembang seperti Indonesia, Amerika Serikat yang merupakan negara maju mempunyai utang luar negeri. Tapi di negara tersebut penerapan efisiensi sudah lebih bagus," katanya.

Menurut dosen Univeritas Indonesia itu, pemerintah selama ini masih meminjam dari luar negeri yang sebagian untuk membayar utang terdahulu.

"Kita tak pungkiri pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminjam uang luar negeri sebagian digunakan untuk menutupi utang lama," katanya.

Alasan masih tergantung dengan pinjaman luar negeri, kata Faisal Basri karena sumber daya alam yang dimiliki belum sepenuhnya bisa dikelola.

Untuk mengelola sumber daya tersebut diperlukan teknologi yang biayanya cukup besar, sedangkan dana dari APBN untuk mengelola dan membangun infrastruktur belum sepenuhnya mencukupi.

"Oleh karena itu jalan satu-satunya untuk dapat mewujudkan adalah dengan memanfaatkan dana yang ditawarkan oleh negara lain," ucapnya.

Rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menunjukkan penurunan, namun posisi utang luar negeri Indonesia mengalami peningkatan dari Rp1.294,8 triliun pada 2004 meningkat Rp1.667 triliun pada 2009. "Tetapi utang tersebut lebih banyak digunakan untuk membayar utang yang sudah jatuh tempo," katanya.(*)

Selasa, 05 Mei 2009

Indonesia Rencanakan Pameran Industri dengan Perancis

Jakarta (ANTARA News) - Indonesia dan Prancis berencana mengadakan pameran produk kerajinan dan industri dalam rangka meningkatkan kerja sama kedua negara menghadapi krisis keuangan global.

Duta Besar Prancis untuk Indonesia Philippe Zeller menyampaikan hal tersebut dalam suatu forum diskusi bersama wartawan dan pengusaha di Jakarta, Selasa.

"Krisis finansial ini bukanlah alasan untuk mengurangi hubungan Indonesia Prancis," kata Dubes Zeller. Ia menyebutkan peranan Indonesia yang semakin penting sebagai anggota G-20.

Sehubungan dengan persiapan kegiatan tersebut, lanjutnya, Asosiasi Kamar Dagang Indonesia dan Prancis selaku pemrakarsa sedang melakukan pengaturan lebih terperinci agar pameran dapat dilaksanakan di Paris, Lyon dan Marseille pada 2010.

Meskipun belum ditetapkan dalam jadwal yang pasti usaha awal persiapan sudah dilakukan seperti kunjungan ke Kadin Balikpapan serta kerjasama dengan kabupaten Bantul untuk produk kerajinan seperti mebel dan kerajinan bambu.

"Cara terbaik untuk mempersiapkannya adalah bekerjasama dengan asosiasi kamar dagang lokal di tiap provinsi," kata Zeller.

Target yang ditetapkan adalah lebih dari 200 produk kerajinan dan industri di antaranya bagian pesawat, kereta api dan bisnis kelautan.

Dubes Zeller menambahkan, Prancis melalui ADB (Badan Prancis untuk Pembangunan) telah menyiapkan sekitar 300 juta dolar AS tahun ini untuk mendukung kebijakan terkait isu perubahan iklim dan reboisasi di Kalimantan, tanaman bakau di pesisir Sumatra dan konservasi alam di Papua.

Forum diskusi itu terselenggara berkat kerjasama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Konfederasi Jurnalis ASEAN (CAJ) dan Departemen Komunikasi dan Informatika.
(*)

COPYRIGHT © 2009

Joint With