Selasa, 22 Januari 2008

Kapal Selam Kilo Class



Kapal selam Rusia jenis 'kilo class' seperti inilah yang akan dimiliki TNI-AL sebanyak 12 biji. Jumlah sebanyak itu sebenarnya masih sangat kurang, bila melihat luasnya cakupan wilayah perairan Indonesia di seluruh Nusantara. Indonesia yang kuat secara militer, memang bisa 'menjamin' kawasan yang damai bagi Asia-Pasific, khususnya jalur perdagangan laut dan wilayah udaranya yang digunakan hampir 75% lalu-lintas internasional itu. Tapi tentu wajar pula bila negeri-negeri sekitarnya (bahkan Australia), cukup ketar-ketir juga, apalagi si Putin sempat menawar-nawarkan nuklir segala, serta Rusia yang mau bikin pangkalan roket di Biak (dalam pikiran mereka, siapa menjamin kelak kalau pangkalan roket untuk sattelite di Biak itu dengan persetujuan rahasia dari Indonesia, bisa saja di buat arsenal rudal nuklir Rusia yang dipakai untuk 'mengamankan' wilayah sekitarnya?)


Pesan 12 Kapal Selam Rusia, Australia Dingin Tanggapi Transaksi Senjata Putin-SBY

JAKARTA - Tawaran paket senjata yang dibawa Presiden Rusia Vladimir Putin ke Jakarta akan menjadi jawaban atas lemahnya pertahanan Indonesia. Salah satu mesin tempur yang diprioritaskan oleh militer Indonesia adalah kapal selam canggih jenis Kilo Class. Dengan mempunyai kapal selam itu, diyakini kekuatan RI disegani di kawasan Asia Pasifik.

Kepala Dinas Penerangan TNI-AL Laksma TNI Sugeng Darmawan mengungkapkan, TNI Angkatan Laut berencana membeli 12 kapal selam dari Rusia. Rencana itu bagian dari proyek senjata hingga 2024. Dua di antara kapal yang dipesan itu termasuk dalam paket pembelian senjata senilai USD 1 miliar yang telah diteken Presiden SBY.

Dijelaskan Sugeng, kapal selam merupakan alat strategis untuk mengamankan wilayah perairan. Di wilayah timur Indonesia, katanya, perairannya dalam dan terbuka sehingga memungkinkan kapal-kapal asing, termasuk kapal selamnya, memasuki wilayah Indonesia. "Saya kira, kalau kita mempunyai kapal selam yang cukup banyak, negara-negara lain akan memperhitungkan kekuatan kita," ujarnya.

Saat ini, TNI-AL memiliki dua kapal selam eks Jerman Timur, yakni KRI Cakra dan KRI Nenggala. Cakra dibuat pada 25 November 1977 dan bergabung dalam jajaran Kapal Republik Indonesia (KRI) pada 19 Maret 1981.

Nenggala dibuat pada 14 Maret 1978 dan mulai bergabung dalam jajaran KRI pada 6 Juli 1981. Nenggala ditempatkan di Pangkalan Komando Armada TNI-AL Wilayah Timur dan masih dapat dioperasikan walaupun sedang menjalani perawatan.

Fungsi kapal selam bagi TNI-AL sangat vital. Bahkan, pada saat latihan perang Armada Jaya XXV pada 2005, satu kapal selam asing diketahui membayang-bayangi di perairan Sulawesi.

Di laut terdapat lapisan yang menyulitkan pendeteksian adanya kapal selam. Kapal selam yang merasa sudah terdeteksi bisa pindah ke lapisan lebih dalam sehingga TNI-AL kehilangan jejaknya.

Adanya kapal selam yang mengikuti latihan tempur TNI-AL itu memang sudah biasa terjadi. "Bahkan, bisa dikatakan, setiap latihan kami diikuti kapal selam," ujarnya. Kepala selam itu, kata dia, diketahui dari pantulan sonar.

Sejumlah anggota DPR juga antusias dengan tawaran Putin. Anggota Komisi 1 (Bidang Pertahanan dan Militer) DPR Deddy Djamaluddin Malik meminta Dephan segera membentuk tim untuk mengawasi pengadaannya. Dia menginginkan Dephan memprioritaskan kapal selam.

"Harus ditindaklanjuti dengan profesional. Kapal selam, misalnya. Itu sangat penting untuk mengamankan perairan Indonesia, terutama di batas-batas terluar," katanya kemarin. Politikus PAN itu menilai, langkah Dephan memilih kapal selam jenis kilo sudah tepat. Itu merupakan kapal selam diesel Rusia yang berteknologi paling senyap.

"Tapi, tetap harus dicek lagi bagaimana spesifikasinya, sesuai perjanjian atau tidak. Jangan sampai kita membeli kucing dalam karung, harus fungsional," kata Deddy, yang berasal dari daerah pemilihan (dapil) Jawa Barat.

Selama ini, kata dia, persenjataan yang menjadi prioritas seakan-akan hanya untuk TNI Angkatan Darat. "Jangan sampai muncul kesenjangan. Apalagi dalam kondisi anggaran pertahanan yang terbatas seperti sekarang," ujarnya.

Dihubungi secara terpisah, Kepala Biro Humas Departemen Pertahanan Brigjen TNI Edy Butar-Butar menjelaskan, negosiasi pengadaan sekarang berada di tangan Departemen Keuangan. "Untuk urusan keuangan, kan memang di sana," katanya tadi malam.

Menurut mantan atase pertahanan untuk Papua Nugini itu, pengadaan senjata menggunakan state kredit Rusia dan dilakukan secara bertahap. "Tidak bisa sekaligus," katanya.


Reaksi Australia

Langkah Indonesia membeli senjata dari Rusia ditanggapi dingin Menlu Australia Alexander Downer. Menurut dia, keputusan Indonesia membeli persenjataan modern tidak menjadi ancaman bagi negerinya.

Downer menganggap, sudah saatnya Indonesia memperkuat perlengkapan militer yang mulai tua dan lemah. "Tidak masalah karena Australia juga berencana membeli senjata dari Eropa dan Amerika Serikat," katanya.

Menurut Downer, cara pandang yang digunakan berbeda dengan saat Perang Dingin. "Saya tidak berpikir bahwa Uni Sovyet (sebelum pecah dan menjadi banyak negara, salah satu di antaranya Rusia) tengah mengembangkan wilayah strategis. Saya hanya memikirkan jenis perlengkapan yang dijual Rusia. Rupanya, perlengkapan itu cukup bagus," jelasnya.

Presiden Putin saat bertransaksi senjata itu menjelaskan bahwa tidak ada alasan untuk tidak menjual senjata ke Indonesia. "Ini semua transaksi yang legal dan terbuka. Ini tidak akan mengakibatkan efek negatif pada dunia," tegasnya.

Walaupun pemerintah Australia dingin, Hugh White, kepala Pusat Studi Strategis dan Pertahanan Australian National University, menyatakan bahwa pembelian kapal selam itu akan memberikan "komplikasi signifikan" kepada perencanaan AL Australia. Langkah tersebut dinilai menjadi pantulan atas ancaman nyata kepada kapal perang Australia.

"Itu adalah kapal konvensional Rusia yang berkualitas paling tinggi yang akan secara signifikan meningkatkan kemampuan Indonesia. Itu sangat signifikan bagi Australia; jika mereka punya konflik dengan Indonesia, kapal selam-kapal selam tersebut bakal membuat komplikasi masif atas penggunaan kapal perang Australia."
http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail&id=9218

Soeharto

Soeharto

Seluruh artikel ini diambli dari :
http://intelindonesia.blogspot.com/2008/01/soeharto.html


Sebenarnya saya agak sungkan dan ragu untuk menuliskan artikel khusus tentang mantan Presiden Suharto yang saat ini masih dalam keadaan sakit yang dilaporkan Tim Dokter Kepresidenan dalam kondisi kritis. Tetapi terdorong oleh kejanggalan bombardir berita tentang kondisi Pak Harto sejak tanggal 4 Januari 2008, saya merasa berkewajiban untuk sekedar sharing analisa yang mudah-mudahan bisa menjadi pegangan yang kuat bagi seluruh elemen reformasi Indonesia. Beberapa poin penting yang mendasari lahirnya tulisan khusus ini adalah sebagai berikut:

Pertama, saya yakin bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang penuh rasa kasih yang bisa diartikan bahwa sangat mudah kita mengasihani kondisi siapapun yang patut dikasihani. Dalam kaitan ini, jiwa kemanusiaan bangsa Indonesia tidak perlu diragukan lagi, sehingga tidaklah mengherankan apabila respon-respon spontan yang mencerminkan kejujuran ekspresi mengasihani kondisi yang sedang dialami Pak Harto benar-benar ada di berbagai penjuru Indonesia. Kejujuran yang merupakan simpati dan empati yang tidak memerlukan liputan radio, koran, ataupun TV. Tetapi lebih diekspresikan tanpa ada maksud menjilati keadaan, memamerkan kekuatan, ataupun mempertontonkan rasa bersalah karena pernah menghianati Pak Harto. Dengan kata lain, langsung mendo'akan yang terbaik bagi Pak Harto dan do'a itu tidak perlu dipertontonkan dengan mengundang media massa.

Kedua, karena kepolosan dan kejujuran masyarakat akar rumput maka dengan mudah pula segelintir elit lama maupun baru memanipulasi kegiatan yang baik yaitu do'a bersama menjadi media atau ajang show kepedulian yang tiba-tiba bagaikan jamur dan hebatnya adalah diliput secara terus-menerus oleh media massa.

Ketiga, betapa dahsyat peranan media massa dalam mendramatisir sebuah keadaan wajar manusia sakit dalam nuansa-nuansa pembentukkan opini untuk pembenaran salah satu cara pandang. Seolah-olah hal itu menjadi legitimasi moral bagi seluruh bangsa Indonesia untuk digiring pada cara pandang tertentu, khususnya dalam upaya menghapuskan segala persoalan yang melibatkan Pak Harto.

Keempat, betapa mantapnya langkah anasir kekuatan Orde Baru untuk memaksakan cara pandang tertentu bahkan dengan melakukan tekanan-tekanan kepada Presiden SBY, sampai-sampai SBY sempat salah langkah pada saat respon pertama, dan hal itu dengan sangat lihai dipelintir dan ditekankan sebagai langkah blunder yang disusul oleh semacam ekspresi maaf. Sungguh malang nasib Jaksa Agung Hendarman Supanji yang terpaksa harus menanggung kondisi malu dan serba tidak enak dengan menelan segala tuduhan jahat dalam respon pertama SBY.

Kelima, menguatnya cara pandang militeristik terlalu kentara dan hal ini merupakan indikasi telah bangkitnya percaya diri yang berlebihan dari sejumlah kubu militer dengan mengagung-agungkan rencana "pemakaman" Jenderal Besar Bintang Lima. Siapapun yang merancangnya, dia tahu persis kondisi psikologis bangsa Indonesia.

Dari lima dasar pemikiran tersebut di atas saya ingin menyampaikan kepada seluruh publik Indonesia untuk membuka mata lebar-lebar dan menempatkan persoalan sesuai dengan kadar dan posisinya, sebagai berikut:

Pertama, ekspresi kemanusiaan terhadap kondisi pimpinan yang sedang sakit adalah suatu kewajiban yang wajar sebagai sesama manusia yang memiliki perasaan. Mengenang jasa-jasa seorang pemimpin juga hal yang lumrah manakala hal itu tidak ditujukan untuk menutup-nutupi kekeliruan sekecil apapun. Bahkan dalam kondisi tertentu tranparansi sebelum kita melanjutkan perjalanan ke alam kubur adalah sangat penting guna melepaskan segala ikatan duniawi yang akan menggelantungi perjalanan kita karena masih adanya kaitan kesalahan, utang ataupun urusan duniawi lainnya.

Kedua, tugas sebagai seorang prajurit atau jenderal, tugas sebagai pegawai kelurahan atau presiden bukanlah pekerjaan kepahlawanan. Pahlawan adalah mereka yang mengabdikan diri untuk bangsa dan negara tanpa mendapatkan imbalan, bahkan rela mengorbankan harta dan jiwa. Seorang Presiden Republik Indonesia mendapatkan begitu banyak imbalan yang diperoleh dari eksploitasi kekayaan alam, pajak rakyat, atau bahkan konsesi dari mekanisme perizinan di masa lalu. Adalah keliru bila kita mempercayai propaganda pahlawan pembangunan, ataupun propaganda tentang jasa seorang abdi bangsa dan negara sampai-sampai tidak bisa diukur. Membangun bangsa dan negara Indonesia adalah amanat, tugas dan kewajiban seorang pemimpin. Sebagai imbalan dari pelaksanaan amanat rakyat tersebut, seorang pemimpin digaji dan diberikan fasilitas-fasilitas yang sesuai dengan level pimpinan negara. Apabila seorang pemimpin tidak melaksanakan amanat rakyat apalagi menghianatinya, maka hukuman juga akan diterapkan dengan tidak lagi menghendaki kepemimpinannya. Dalam kaitan ini, peristiwa Mei 1998 adalah bukti hukum dan sejarah bahwa rakyat tidak lagi menghendaki kepemimpinan Pak Harto. Bahkan telah lahir TAP MPR yang menjadi dasar hukum upaya penuntasan segala kasus yang melibatkan Pak Harto dan kroni-kroninya.

Ketiga, menghargai jasa pimpinan negara adalah wajar dan harus ditunjukkan secara nyata melalui kebijakan formal, melalui penghormatan, ataupun melalui ekspresi informal yang sunguh-sungguh merefleksikan ketulusan. Apapun yang diambil pemerintahan SBY sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan terhadap mantan Presiden Suharto harus dilakukan berdasarkan pertimbangan yang matang dan bukan karena tekanan Golkar yang sudah memulihkan kekuatannya paska gerakan reformasi. Pertimbangan yang matang tersebut juga tidak dalam ketergesa-gesaan hanya karena untuk memenuhi desakan pengacara keluarga Suharto yang memang sangat pandai dan licin. Saya sangat yakin bahwa Pak Harto lebih menghendaki transparansi jalan hidupnya ketimbang formalitas penghapusan delik kasusnya. Karena dengan demikian secara hukum akan jelas, bersalah atau tidak. Bila dinyatakan bersalah, maka bolehkan ada wacana pengampunan. Tetapi bila terbukti tidak bersalah, maka harus ada proses pembersihan nama baik secara totala dan tidak perlu ada pengampunan.

Keempat, tentu saja kejujuran itu merupakan hal yang sangat mahal di zaman kini. Karena rasanya sangat sulit untuk menempuh jalan panjang pembuktian hukum kasus Pak Harto. Ketiadaan unsur pengakuan dan kesulitan pembuktian dengan bukti keras dan saksi-saksi telah memberikan prediksi jalannya proses pengadilan kasus Pak Harto terlalu berkepanjangan. Andaikata saja ada kejujuran dari keluarga Pak Harto yang bisa segera menyelesaikan persoalan, maka persoalan akan segera selesai dan pemerintah maupun bangsa Indonesia akan sangat menghargainya dan sudah pasti akan diampuni dan bahkan do'a dengan ketulusan akan bergema di seluruh pelosok negeri dengan penghormatan yang dalam. Tetapi yang terjadi adalah penghukuman ganda dari berbgai penjuru yang akhirnya membuat Pak Harto dalam himpitan ketidakberdayaan.

Kelima, berhati-hatilah dengan gerakan anasir Orde baru yang telah mencengkeram kembali sendi-sendi kehidupan bernegara di Indonesia. Sementara unsur kebangsaan lagi-lagi terabaikan, anasir Orde baru secara serius telah mengembangkan operasi politik sebagaimana biasa dilakukan di masa lalu. Seluruh elemen intelijen paham apa yang saya katakan, karena kita biasa mengerjakannya dahulu.

Mohon disebarluaskan kepada seluruh elemen gerakan reformasi, semoga dapat menjadi penguat untuk berpegang teguh pada cita-cita membangun good governance di bumi Indonesia Raya. Dengan catatan penting bahwa kita tetap menghormati mantan Presiden Suharto dan menghargai jasa-jasanya, namun janganlah moment yang sedang dilalui Pak Harto dimanfaatkan oleh kroni-kroninya untuk penghilangan seluruh persoalan lama dan seolah-olah tidak pernah terjadi.

Akhir kata saya mohon saya dikoreksi bila ada yang keliru dan atas ketidaketisan tulisan ini, saya juga mohon ma'af yang sebesar-besarnya kepada keluarga besar Jenderal Soeharto dan orang-orang terdekatnya.

Semoga niat baik yang saya teguhkan dalam hati saya untuk masa depan Indonesia Raya bisa mengurangi dosa-dosa saya karena menuliskan artikel ini.

Joint With