Sabtu, 11 Februari 2012

Permasalahan Ujian

Permasalahan Ujian Nasional tak kunjung menghilang. Dari tahun ketahun terus terjadi perdebatan, dari mulai di kementrian hingga tukang becak di jalanan yang anaknya sedang sekolah. Semua ramai membicarakan ujian.
Kritikan tajam dan penolakan Ujian nasional selalu menghujam pemerintah ketika hari-hari ujian semakin dekat. Pemerintah tak adillah, tak manusiawilah dan lain sebagainya, mereka yang menolak beralasan sangat tidak pantas waktu sekolah 3 tahun hanya ditentukan oleh beberapa hari.
Pemerintah terus berupaya untuk menyempurnakan ujian nasional ini. Format penilaianpun telah disiapkan dan kini formula 60+40-lah yang digunakan. Apakah masalah dan perdebatan Ujian Nasional akan berakhir? Tidak, setiap kebijakan pasti ada kelemahan dan perdebatan ronde selanjutnya dimulai.
Dengan penggunaan formula 60+40 diharapkan tingkat kecurangan saat ujian akan menurun. Ya kemungkinan itu mungkin terjadi namun tidak menghilangkan kemungkinan juga untuk tetap terjadi kecurangan seperti ujian nasional tahun-tahun sebelumnya. Kemungkinan kecurangan itu masih ada, bahkan kini “kecurangan-kecurangan” baru mulai bermunculan. Kecurangan itu akan merambah ke sekolah, yang pada awalnya hanya saat ujian saja kini meluas hingga ke sekolah-sekolah. kecurangan dalam bentuk pemberian nilai bukan pada pemberian atau jual beli jawaban lagi.
Ujian Sekolah adalah wewenang sekolah, dengan kata lain tidak ada campur tangan dan pengawasan selain guru sekolah itu. Dalam usaha untuk mengurangi tindak kecurangan ujian nasional pemerintah melibatkan perguruan tinggi dalam pengawasan pelaksanaannya. Hal ini sangat berbeda dengan ujian sekolah dimana pengawasan sangat longgar. Sangat dimungkinkan guru meng-katrol nilai siswanya sendiri agar lulus dan mendapat ijazah. Inilah kemungkinan yang paling mungkin terjadi.
Kita harus kembali ke belakang dan mencari alasan atas terjadinya suatu kecurangan. Berbagai tindak kecurangan sulit dihilangkan walau berbagai upaya telah dilakukan. Hemat saya kesalahan bukan terletak pada Ujian Nasional yang hanya beberapa hari, bukan Ujian Sekolah, bukan pula formula 60+40, namun ada permasalahan yang lebih besar dari itu dan sekarang kita semua seakan menutup mata.
Berbagai alasan atas tindak kecurangan itu ialah adanya tekanan rasa malu jika banyak murid yang tidak lulus dan akan mempertaruhkan nama baik sekolah, status sekolah yang berstandar nasional atau rintisan sekolah berstandar internasional, takut kehilangan peminat orang tua untuk menyekolahkan anaknya di sekolah itu dan guru yang mengajar akan dicap gagal sehingga tindak kecuranganpun seakan dihalalkan.
Akar permasalahan sebenarnya terletak pada kesiapan. Baik itu pendidik maupun peserta didiknya tidak siap dalam menghadapi Ujian Nasional. Sebenarnya tidak menjadi permasalahan jika kelulusan hanya ditentukan oleh Ujian Nasional saja jika pendidik dan peserta didik siap menghadapinya. Guru tidak mempersiapkan siswa dari awal dan siswapun tidak mempersiapkan diri, karena siswa melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana kakak angkatannya menjalani ujian. Contekan beredar dimana-mana dan itu sudah menjadi rahasia umum.
Selain kesiapan permasalah terbesar kedua adalah mental manja. Budaya instan dalam menggapai kesuksesan sepertinya telah tertanam dan sekarang sangat sulit mencabutnya. Kita terlalu dimanjakan oleh pendidikan yang ada. Pemikiran pasti naik kelas dan pasti lulus yang sudah menjalar dalam pemikiran peserta didik menambah sulit memberantas akar masalah ini. Lalu bagaimana memutus mata rantai ini? Jawabannya adalah ketegasan.
Guru harus berani mengambil ketegasan dalam proses pendidikan, memberikan nilai yang sebenarnya dan tidak mengkatrol nilai siswa. Dengan begitu pemikiran pasti naik kelas pelan-pelan akan hilang. Dengan tindakan seperti itu siswa akan terbiasa disiplin dalam belajar dan secara otomatis siswa akan lebih siap menghadapi ujian.
Peserta didik akan lebih siap karena setiap ulangan dan ujian semester memang dikondisikan sebagaimana ujian yang sebenarnya. Selama ini peserta didik tertipu dengan kondisi ujian yang selama ini ada. Peserta didik terlalu dimanjakan sehingga tidak mengerti keadaan yang sebenarnya dan tidak bisa membedakan antara ujian dan ulangan harian.

Joint With