Senin, 16 Mei 2011

Nostalgia Upacara

Oleh : Ardhyta - Pegiat Sahabat Pena
Percayakah? Upacara Senin, 2 Mei 2011 lalu dalam rangka memperingati Hari Kebangkitan Nasional adalah upaca perdana bagi mahasiswa kampus Bantul. Informasi ini didapatkan dari ketua HIMA Kampus 3, saudara Alex Dwi Kurnia. “Upacara terakhir kali dilaksanakan di Kampus UPP II pada tahun 1998”, tandasnya. Itu berarti upacara yang dilaksanakan di Kampus UPP II baik upacara setiap Hari Senin maupun upacara peringatan hari-hari nasional sudah tidak pernah lagi diadakan sejak itu. Miris bukan?! Di kandang tonggak kejayaan bangsanya sendiri, jasa-jasa pahlawan tidak dihargai.
Mengapa upacara di kampus kita jarang dilaksanakan? Ada beberapa kemungkinan, pertama pelaksanaan upacara serentak dilaksanakan di Rektorat Karangmalang dari seluruh fakultas namun tidak mungkin seluruh mahasiswa hadir . Karena melihat situasi dan keadaan tempat yang tidak mungkin menampung seluruh mahasiswa UNY.

Kemungkinan kedua adalah kurangnya penghargaan mahasiswa sendiri terhadap peringatan Hari Besar Nasional. Paling tidak mahasiswa bisa berinisiatif untuk mengadakan upacara yang dikoordinir oleh mahasiswa sendiri dengan meminta beberapa dosen untuk mendampingi prosesi upacara tanpa perlu dikeluarkan surat tugas untuk diadakannya upacara di masing-masing wilayah dan fakultas.
Sebuah rangkaian kata bijak mengingatkan kita,” Seseorang tidak akan bisa memberi jika dia sendiri tidak memiliki”. Seorang miskin yang meminta makan kepada tetangganya yang juga miskin. Ilustrasi yang sedikit menyentil kita para calon guru. Bagaimana mungkin pendidik memberikan suatu hal yang tidak dimiliki kepada siswanya? Apakah dia akan memberikan milik orang lain atas namanya hanya untuk memenuhi kwajiban? Bagaimana nantinya kita menanamkan nasionalisme jika kita tidak memilikinya? Mungkinkah kita akan menanamkan pemikiran orang dan mengakui sebagai hasil perenungan kita hanya agar tampak menjadi guru yang patut diteladani? Kejahatan besar dalam pendidikan.
Oleh karena itu, penanaman Nasionalisme terhadap calon –calon pendidik sebagai modal dan investasi dasar penyampaian dan penanaman kepada peserta didik sangatlah penting. Hal-hal kecil dapat diupayakan melalui penghayatan dan penghargaan terhadap jasa para pahlawan melalui upacara-upacara nasional. Peserta didik merupakan cerminan pendidiknya. Sehingga sikap calon pendidik dalam menjawab permasalahan nasionalisme bangsa akan sangat berpengaruh pada penghayatan peserta didik di masa mendatang.
Semakin pudarnya Nasionalisme generasi bangsa menjadi PR besar bagi calon pendidik sekaligus tantangan atas sikapnya sendiri yang juga menghadapi secara langsung krisis ini. dan Pilot Project Kementrian Pendidikan Indonesia pada masa ini adalah pendidikan karakter yang menilik semakin merosotnya moral dan karakter serta nasionalisme bangsa yang berbanding terbalik dengan berkembang pesatnya persebaran globalisasi di Indonesia.
Dalam pidato Mentri Pendidikan yang bertemakan “Pendidikan Karakter Sebagai Pilar Kebangkitan Bangsa” dengan subtema “ Raih Prestasi, Junjung tinggi Budi Pekerti” yang disampaikan pada Upacara Hari Pendidikan Nasional pada Senin (3/5) lalu bahwa target utama pendidikan di Indonesia sekarang ini adalah menanamkan nilai social dan moral melalui pendidikan karakter yang dicanangkan dan terus diupayakan hingga 2045 mendatang tepat pada 100 tahun kemerdekaan Indonesia. Dengan harapan moral bangsa dapat diangkat kembali dari keterpurukan dan menjadi bangsa yang besar dan kembali merayakan kebahagiaan sebagaimana ketika meraih kemenangan atas penjajahan.

Tidak ada komentar:

Joint With